PWM Riau - Persyarikatan Muhammadiyah

 PWM Riau
.: Home > Artikel

Homepage

Filosofi Puasa

.: Home > Artikel > PWM
24 Mei 2012 01:44 WIB
Dibaca: 2871
Penulis : Jey Alvie

Perlu dicermati bahwa puasa tidak semata melaksanakan aktifitas fisik berupa menahan lapar, dahaga, dan hasrat seksual belaka. di balik itu semua tersimbolkan suatu makna yang lebih dalam. intisari filosofi puasa adalah kemampuan mengendalikan diri dari segala perbuatan tercela dan menunda suatu kenikmatan sementara dalam rangka mencapai tujuan lebih besar. Puasa yang dijalankan secara mekanistik dan dengan sekedar menjalankan kegiatan fisik tidak makan, tidak minum dan tiak berhubungan seksual (bagi suami-istri) di siang hari serta tidak dapat mewujudkan filosofi puasa dalam kehidupan keseharian adalah puasa yang tidak bermakna dan di sisi Allah dan merupakan hal yang sia-sia. dalam sebuah Hadits Nabi saw, kita diperingatkan,

Yang artinya :
Dari Abu Hurairah r.a (diwirayatkan bahwa) ia berkata : Rasulullah saw telah bersabda : Betapa banyak orang berpuasa, namun perolehannya dari puasa itu hanyalah lapar dan dahaga belaka, dan berapa banyaknya orang yang melakukan qiyamul-lail, namun yang ia peroleh dari qiyamul-lail tersebut hanyalah kelelahan tidak tidur belaka. [HR Ahmad dan Ibn Majah]

dalam hadits yang lain dinyatakan pula bahwa Allah SWT tidak perlu kepada puasa yang sekedar melakukan aktifitas jasmani tanpa puasa itu dapat mempengaruhi tingkah laku ke arah yang lebih baik seperti meninggalkan sifat berdusta misalnya.

Yang Artinya :
Dari Abu Hurairah r.a (diwirayatkan bahwa) ia berkata : Rasulullah saw telah bersabda : Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan pengamalannya, maka Allah tidak memandang perlu ia meninggalkan makanan dan minumannya. [HR al-Bukhari, at-Tarmidzi dan ia mengatakan hadits ini hasan sahih, Abu Daud, Ibn Majah dan Ahmad]

Atas dasar itu kiranya seyogyanya dihindari anggapan keliru yang mengarah kepada bermudah-mudah melakukan perbuatan maksiat dan dosa semata karena anggapan bahwa dengan bepuasa sunnat sehari saja apalagi puasa Ramadhan, dosa-dosa itu, bahkan dosa setahun yang lalu dan yang akan datang, segera akan diampuni, sehingga puasa dijadikan legitimasi untuk bermudah-mudah melakukan dosa dan maksiat.

Seperti dikemukakan di atas puasa yang nilai-nilainya tidak terjemahkan dalam tingkah laku adalah puasa yang sia-sia di sisi Allah. Puasa yang sesungguhnya adalah puasa yang didasarkan kepada suatu komitmen otentik untuk meninggalkan segala perbuatan dosa dan sekaligus terefleksikan nilai-nilanya dalam tingkah laku nyata.


Tags: pwmriau

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website